Diskusi
menarik terjadi di acara penyusunan kriteria penilaian lomba pembuatan media
pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk SMA dan
sederajat yang diselenggarakan Dikmenum. Tujuan diskusi sebenarnya adalah
menentukan aspek dan kriteria apa yang akan digunakan untuk menilai sebuah
media pembelajaran. Dalam bidang rekayasa perangkat lunak sebenarnya sudah ada
teknik pengukuran perangkat lunak yang telah saya bahas di artikel sebelumnya. Tapi
karena media pembelajaran termasuk jenis perangkat lunak yang melingkupi
berbagai disiplin ilmu (pembelajaran, desain, komunikasi, dsb), maka pendapat
dari berbagai domain expert menjadi wacana yang menyegarkan.
Saya
mengusulkan modifikasi aspek penilaian dari tahun sebelumnya yang terdiri dari
4-5 aspek menjadi hanya 3 aspek, yaitu aspek rekayasa perangkat lunak, aspek
instructional design (desain pembelajaran) dan aspek komunikasi visual.
Kriteria penilaian termasuk mekanisme penjurian tidak digabungkan menjadi satu,
tetapi dipisah dan tiap aspek dinilai oleh orang yang kompeten di aspek
tersebut. Saya beserta beberapa rekan dari LIPI, IlmuKomputer.Com,
dan Pustekkom kemudian
menyusun kriteria penilaian dalam aspek rekayasa perangkat lunak. Untuk aspek
instructional design (desain pembelajaran), rekan-rekan dari bidang
pembelajaran dan pendidikan yang berperan, diantaranya ada mas Ridwan dan mas
Uwes dari UNJ,
dsb. Sedangkan aspek komunikasi visual dimanage oleh beberapa rekan dari ITB fakultas seni rupa,
khususnya program studi desain dan komunikasi visual, diantaranya mas Indarsjah
dan mas Agung.
Hasil dari penyusunan dan diskusi
tentang aspek dan kriteria penilaian media pembelajaran saya share di bawah.
Penjelasan lengkap tentang aspek yang susun akan saya tulis di artikel terpisah. Mudah-mudahan bisa menjadi acuan dan persiapan bagi
rekan-rekan guru SMA di seluruh Indonesia yang ingin mengikuti lomba pembuatan
media pembelajaran yang diselenggarakan Dikmenum tahun 2006 ini. Kriteria ini
rencananya akan kita gunakan juga untuk menilai karya yang masuk pada program Smart Teacher
yang baru saja kita launching.
Itu mungkin keluhan yang sering kita
dengar ketika kita menggunakan sebuah software atau perangkat lunak di komputer
kita. Dan bukan sesuatu yang mustahil, kemungkinan besar terjadi juga di
perangkat lunak media pembelajaran yang kita kembangkan. Jangan dilupakan bahwa
media pembelajaran yang terdiri dari media presentasi pembelajaran (alat batu
guru untuk mengajar) dan software pembelajaran mandiri (alat bantu siswa
belajar mandiri) adalah juga suatu perangkat lunak. Baik tidaknya sebuah
perangkat lunak, biasanya menunjukkan bagaimana kualitas perangkat lunak
tersebut, hal ini sudah kita kupas tuntas di artikel tentang pengukuran perangkat lunak. Nah, media pembelajaran yang baik adalah yang memenuhi
parameter-parameter berdasarkan disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak, seperti
pada contoh diatas (efisiensi, reliabilitas, usabilitas, dsb).
Seringkali sebuah program yang
sepertinya berukuran kecil dan memiliki fitur yang tidak terlalu rumit, tetapi
berjalan sangat lamban. Kalau seandainya saja setiap komputer memiliki
kecepatan yang tidak terbatas dan memory (RAM) yang bebas tidak terbatas, maka
tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi setiap komputer memiliki kecepatan
terbatas, memory (RAM) terbatas dan kapasitas penyimpanan tetap (hardisk)
terbatas. Oleh karena itu, penting untuk mengatur pemakaian resource (CPU, RAM
dan hardisk) tersebut secara efektif dan efisien. Kelambatan, rendahnya respon
dan throughput biasanya terjadi karena pembuat tidak memikirkan efesiensi
sumber daya yang terserap oleh program. Misalnya untuk pemakaian gambar-gambar
yang ditampilkan dalam ukuran kecil, pembuat tetap menggunakan gambar asli yang
beresolusi tinggi, tidak melakukan usaha-usaha kompresi dan pemotongan yang
tepat. Sebaliknya, ada pula gambar yang seharusnya memakai resolusi tinggi,
tetapi digunakan gambar yang beresolusi rendah.
0 komentar:
Posting Komentar